


Minggu, 09 Oktober 2011
My name is Dwi Martan
My name is Dwi martan, I was born in Jakarta on December 7th 1992. It means that my age is 18 now. Actually I’m little bit confuse about what should I write in this paper, because I have to describe myself through my name.
Many people say, "What’s in a name". For me, name has a very important meaning. In my opinion, name is a prayer that was given by our parents for their children, so that their children grow into a good person just like what they have prayed inside their name.
Everyone has their own name, and everyone has their own story of why they should have that name and so do I. Actually my name has been given by a friend of my father when I was born. “Dwi Martan” is my name, usually people know what is the meaning of “Dwi”. “Dwi” means dua or second. It means that I’m the second child of my family. How about martan? What’s the meaning of it? A lot of people have asked about that. Actually I also have ever though the same just like them. I got the answer of my question when I was 16. I asked directly to the one that has given that name to me. He said, actually “Martan” has no meaning. How come a name of someone has no meaning? But that’s the fact, that my name has no meaning.
And then he said, I gave you this name without any meaning, but it has a purpose for your life. This name was created based on your parents’ prayer. And here is their prayer. “nama ini diberikan supaya anak kami selalu sehat sempurna, dilimpahkan rezeki yang banyak sepanjang usianya, dan menjadi orang yang benar dan lurus, serta berkah selamat karena Allah ta’ala”. I just could give him a smile when he told me this thing. That’s why everytime people asking about the meaning of my name, it’s a little bit hard to explain it to them.
If i have a chance to change my name, I won’t change my name, because it’s been a part of my life and it represents me. I know that my parents always want to give me their best. It means that they gave me this name because it’s the best one that they can give. So, there’s no reason for me to change my name.
My name is Dwi Martan and I believe in what my parents prayed inside it. J
Kamis, 29 September 2011
Beda? Sudah biasa...
Awalnya saya mengira pelajaran ini sepertinya agak ekstrim dalam artian berani mengupas masalah-masalah tabu yang sering kali kita hindari dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Namun apabila dilihat dari sudut pandang lain, tidak bisa dipungkiri bahwa kita hidup berdampingan dengan permasalahan-permasalahan ini. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mempelajari bagaimana cara menyikapi semua keberagaman yang ada di sekitar kita dengan baik, tanpa memunculkan permasalahan lainnya yang dapat memicu hal-hal yang tidak diinginkan.
Ekspektasi saya dalam pelajaran ini adalah saya dapat memahami bagaimana menyikapi keberagaman yang ada di sekitar kehidupan sosial yang saya jalani, sekaligus dapat merealisasikannya kedalam ruang lingkup pendidikan nantinya saat saya menjadi guru kelak. Selain itu saya juga berharap dapat menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik saya nantinya sehingga dapat menjadi bekal mereka saat terjun kedalam masyarakat.
Berikut ini refleksi diri saya mengenai bagaimana saya menghadapi perbedaan yang terjadi antara saya terhadap orang-orang lainnya di sekitar.
Saya terlahir di lingkungan yang multikultural, oleh karena itu saya dibesarkan menjadi pribadi yang fleksibel dan sangat menghargai perbedaan yang ada di sekitar. Menurut saya, perbedaan adalah pelengkap atau pemanis yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa adanya perbedaan saya rasa kehidupan ini akan terasa hambar, kaku, atau mungkin membosankan. Selain itu, perbedaan juga mengajarkan kita untuk saling menghormati satu sama lain. Tidak hanya dalam kehidupan berbudaya, hal ini juga berlaku dalam kehidupan beragama.
Mungkin ada beberapa orang yang heran atau mungkin mengeluarkan statement yang memandang sebelah mata saat saya bilang “saya ikut merayakan natal”, begitu pula sebaliknya orang-orang di sekitar yang beragama non-muslim merayakan lebaran bersama. Bagi saya itu wajar-wajar saja, toh kami masih saling menghargai keyakinan kami masing-masing, dan kami semua memandang itu semua dalam lingkupan sudut yang sama, yaitu kebersamaan.
Menurut saya, sudah cukuplah perbedaan dijadikan alasan atas sebuah permasalahan yang sebenarnya hanya masalah oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan perbedaan di sekitar kita. Yang terpenting adalah jangan hanya membahas perbedaan yang ada, melainkan belajar melihat sisi lain dari perbedaan tersebut. Sehingga nantinya kita bisa menyikapi perbedaan dengan cara lebih baik.
Aku cinta perbedaan.
Langganan:
Postingan (Atom)